Bukti Digital

 Konsep Hearsay Evidence dalam Bukti Digital

Hearsay atau kesaksian tidak langsung adalah suatu kesaksian dari seseorang di muka pengadilan untuk membuktikan kebenaran suatu fakta, tetapi saksi tersebut tidak mengalami/mendengar/melihat sendiri fakta tersebut. Dia hanya mendengarnya dari pernyataan atau perkataan orang lain, di mana orang lain tersebut menyatakan mendengar, mengalami, atau melihat fakta tersebut sehingga nilai pembuktian tersebut sangat bergantung pada pihak lain yang sebenarnya berada di luar pengadilan. Jadi pada prinsipnya banyak kesangsian atas kebenaran dari kesaksian tersebut sehingga sulit diterima sebagai nilai bukti tersebut.
Dari pengertian Hearsay di atas, maka hearsay evidence bisa dikatakan sebagai bukti tidak langsung, karena yang menyampaikannya tidak mengalami/mendengar/melihat langsung fakta dari kasus yang terjadi.
Ada beberapa pengecualian saksi hearsay diperkenankan untuk didengar, antara lain sebagai berikut:
  1. Jika saksi yang sebenarnya sudah meninggal dunia
  2. Jika saksi yang sebenarnya jatuh sakit atau berada di luar negeri sehingga tidak mungkin dihadirkan di pengadilan.
Di Indonesia sendiri terdapat dua macam perlakuan terhadap saksi hearsay, yaitu:
  1. Mayoritas putusan pengadilan di Indonesia menolak keterangan saksi hearsay, bahkan tidak dapat digunakan sebagai bukti persangkaan (perdata) atau bukti petunjuk (pidana) seperti putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 803 K/Sip/1970 tanggal 5 Mei 1971 yang pada prinsipnya menyatakan “Kesaksian para saksi yang didengarnya dari orang lain (de auditu) tidak perlu dipertimbangkan oleh hakim, sehingga semua keterangan yang telah diberikan oleh para saksi de au ditu tersebut, dalam persidangan bukan merupakan alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata”.
  2. Ada beberapa putusan pengadilan yang menggunakan kesaksian hearsay sebagai bukti persangkaan (perdata) atau bukti petunjuk (pidana), asalkan hakim mempunyai alasan yang masuk akal untuk itu, seperti alasan bahwa keterangan saksi hearsay tersebut pantas untuk diberlakukan sebagai pengecualian seperti putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 308 K/Sip/1959, tanggal 11 Nopember 1959 yang pada pokoknya menyatakan “Kesaksian testimony de auditu tidak dapat digunakan sebagai bukti langsung, namun kesaksian ini dapat digunakan sebagai bukti persangkaan, yang dari persangkaan ini dapat dibuktikan suatu hal/fakta. Hal yang demikian tidaklah dilarang”.
  3. Dari putusan-putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut di atas terlihat bahwa Mahkamah Agung belum satu kata dalam memandang keberadaan saksi hearsay. Umumnya, putusan dengan tegas menolaknya, tetapi ada satu atau dua putusan yang mencoba menerimanya, baik lewat bukti persangkaan (dalam Hukum Acara Perdata) atau bukti petunjuk (dalam Hukum Acara Pidana) maupun dengan alasan-alasan lainnya namun tanpa ada suatu pedoman yang jelas.
    HEARSAY DALAM BUKTI DIGITAL
    Lalu bagaimana konsep Hearsay dalam bukti digital? Menurut Susan Sherman dalam jurnal yang berjudul Hearsay and Evidence in the Computer Emergency Response Team (CERT) menyatakan bahwa komputer dapat menghasilkan hearsay, namun yang menghasilkan bukan komputer itu sendiri melainkan ada campur tangan manusia di dalamnya. Sherman menulis ada dua macam bukti elektronik, yaitu computer-generated (bukti yang dihasilkan komputer) dan computer-stored (bukti yang disimpan komputer).
    n bukti yang dihasilkan komputer (computer-generated) berisi keluaran dari instruksi komputer tanpa intervensi/campur tangan manual. Namun bukti ini tidak dapat dikategorikan sebagai hearsay karena “seseorang” tidak membuat sebuah pernyataan (melalui komputer). Contoh dari catatan yang dihasilkan komputer adalah keluaran dari program, log/catatan, tanda terima, laporan, dll.
    Sementara itu, catatan bukti yang disimpan komputer (computer-stored) didasarkan pada isi yang dihasilkan/dimasukkan oleh manusia. Email, file pengolah kata, dan bahkan kolom spreadsheet semuanya berdasarkan pada masukan yang dilakukan oleh manusia. Jika orang yang memasukkan informasi (ke dalam komputer) tidak bersaksi terhadap hal tersebut (dan juga dilakukan pemeriksaan silang/cross-examination secara pribadi dan di bawah sumpah), maka bukti yang disimpan komputer tersebut dapat dikategorikan menjadi hearsay.
    Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hearsay dalam bukti digital adalah catatan informasi yang tersimpan dalam komputer atau perangkat digital lainnya yang merupakan hasil masukan dari manusia.
    KESIMPULAN
    • Konsep Hearsay dalam bukti digital secara umum adalah catatan informasi yang tersimpan dalam komputer atau perangkat digital lainnya yang merupakan hasil masukan dari manusia.
    • Konsep hearsay di Indonesia sendiri ada dua macam perlakuan menurut keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Sebagian besar putusan tidak mengakui kesaksian hearsay namun ada satu atau dua putusan yang mengakui kesaksian hearsay sebagai pengecualian asalkan hakim mempunyai alasan yang masuk akal atas kesaksian hearsay tersebut. Ini tentunya juga berlaku untuk kesaksian hearsay dengan alat bukti berupa bukti digital, meskipun belum ada konsep yang jelas yang mengaturnya.
      REFERENSI
      1. Al-Khawarizmi, Damang Averroes. (2011). Saksi Testimonium De Auditu (Hearsay). Diakses tanggal 28 Desember 2016. Url: http://www.negarahukum.com/hukum/saksi-testimonium-de-auditu-hersay.html
      2. Sherman, Susan. (2004). Hearsay and Evidence in the Computer Emergency Response Team (CERT). Diakses tanggal 28 Desember 2016. Url: https://www.sans.org/reading-room/whitepapers/legal/hearsay-evidence-computer-emergency-response-team-cert-1541

Komentar