Yuridiksi Hukum dalam Cybercrime


Yurisdiksi merupakan hal yang sangat krusial sekaligus kompleks dalam pengungkapan kejahatan cyber yang bersifat internasional. Pengertian yurisdiksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:
  1. Kekuasaan mengabdi lingkup kuasa kehakiman atau peradilan
  2. Lingkungan hak dan kewajiban serta tanggung jawab di suatu wilayah atau lingkungan tertentu; kekuasaan hukum.
Ada tiga lingkup yurisdiksi cyberspace yang dimiliki suatu negara yang berkaitan dengan penetapan dan pelaksanaan pengawasan terhadap setiap peristiwa, setiap orang, dan setiap benda. Tiga lingkup yurisdiksi tersebut, yaitu:
  1. Yurisdiksi Legislatif, yaitu yurisdiksi untuk menetapkan undang-undang. Yurisdiksi ini berkaitan dengan kewenangan pembuatan hukum substantif.
  2. Yurisdiksi Yudisial, yaitu yurisdiksi untuk penegakan hukum. Yurisdiksi yang berkaitan dengan kewenangan mengadili atau menerapkan hukum.
  3. Yurisdiksi Eksekutif, yaitu yurisdiksi untuk menuntut. Yurisdiksi Eksekutif berkaitan dengan kewenangan melaksanakan/ memaksakan kepatuhan hukum yang telah dibuat.
Ada enam asas penentuan hukum yang berlaku secara internasional, yaitu:
  1. Prinsip Teritorial Subyektif, keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
  2. Prinsip Teritorial Obyektif, hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
  3. Prinsip Nasionalitas, negara memiliki yurisdiksi hukum berdasarkan kewarganegaraan korban.
  4. Prinsip Nasionalitas Pasif, berlakunya hukum didasarkan ataas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara/ pemerintah.
  5. Prinsip Universal, setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan, termasuk kejahatan HAM.
Pengaturan yurisdiksi untuk kejahatan cyber ini merupakan hal penting karena perlu dipikirkan bentuk yurisdiksi yang tepat, yang mampu menjangkau kejahatan cyber yang sifatnya lintas negara. Pendekatan prinsip yurisdiksi ekstra territorial dan universal merupakan upaya yang paling mungkin untuk penerapan hukum cyber. Di Indonesia, dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah mengatur masalah yurisdiksi yang menerapkan asas universal yang tercantum pada Pasal 2 dan penjelasannya:
  • Pasal 2: “Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.”
  • Penjelasan pada Pasal 2:
  • Undang-undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum  Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
  • Yang dimaksud dengan “merugikan kepentingan Indonesia” adalah meliputi tetapi tidak terbatas ada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia. Contoh kasus dan analisis:

    Belasan Pelaku Cyber Crime Dideportasi ke Taiwan

    Deny Irawan  | SindoNews.com
    Selasa, 13 September 2016 - 16:16 WIB
    TANGERANG - Polda Metro Jaya mendeportasi 11 pelaku cyber crime ke negara asal mereka yakni di Taiwan melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.

    Para pelaku yang biasa beraksi di Indonesia untuk menipu para korban yang berada di luar negeri itu nekat mengunakan jaringan internet, dan operator telepon seluler dalam negeri. 

    Aparat kepolisian juga membawa sejumlah barang bukti, seperti enam unit laptop, delapan handy talkie, 17 unit void gateway dan paspor para pelaku yang kesemuanya untuk dilimpahkan berkasnya ke Negara Taiwan.

    "Sepekan sebelumnya kami dari Subdit ranmor, Dirkrimum bekerja sama dengan kepolisian Taiwan berhasil menangkap para pelaku di dua tempat yang berbeda di daerah Jakarta Barat.  Mereka terdiri dari 11 warga Negara Taiwan dan 20 warga negara Tiongkok," ujar Kasubdit Ranmor Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Andi Adnan di Tangerang, Selasa (13/9/2016).

    Dia menerangkan, belasan pelaku itu terbukti melakukan serangkain penipuan kepada korban yang berada di Taiwan. Untuk 20 WNA Tiongkok itu sudah dideportasi lebih dahulu.

    Modus kejahatan mereka yakni dengan cara mengaku sebagai anggota kepolisian ataupun kejaksaan. Dengan cara mengancam para korban sebagai pelaku money laundering.

    Untuk mencegah kejahatan serupa, pihak kriminal umum dalam hal ini di wakili oleh Kasubdit Ranmor Ditreskrimum Polda Metro Jaya akan meningkatkan kerja sama dengan Taiwan national police agency.
    Analisis:
    Nama Kasus : Penipuan Warga Taiwan
    Jumlah Pelaku : 31 Orang
    Kewarganegaraan : Taiwan dan Tiongkok
    Modus : mengaku sebagai anggota kepolisian ataupun kejaksaan dengan cara mengancam para korban sebagai pelaku money laundering.
    Barang bukti : enam unit laptop, delapan handy talkie, 17 unit void gateway dan paspor
    Pelimpahan perkara : Negara Taiwan
    Resources
    Belasan Pelaku Cyber Crime Dideportasi ke Taiwan. (2016, September 13). Dipetik Mei 12, 2017, dari SindoNews.com: https://metro.sindonews.com/read/1138895/170/belasan-pelaku-cyber-crime-dideportasi-ke-taiwan-1473758183
    Sutiyoso, B. (2015). Manajemen, Etika dan Hukum Teknologi Informasi. Yogyakarta: UII Press.

Komentar